HADIAH YANG TERTUNDA

Label:

Suara azan subuh menggema, memecah keheningan nikamatnya peraduan alam. Tak ingin ku meninggalkan sholat berjamaah di Mesjid. Ku langkahkan dengan Bismillah. Ku niatkan dengan ikhlas. Setiba di mesjid tak lupa sholat sunat fajar ku laksanakan lalu semua insan yang terbangun menyembah Sang Pencipta dengan keindahan Subuh yang agung.

“Assalamu’alaikum,” ucapku.
“Wa’alaikumsalam,” jawab ibu dengan senyum yang tulus.
“Ibu, Dika mau berangkat kuliah dulu, tadi subuh sudah Dika kukusin rotinya, tinggal dikasih plastik saja.”
“Iya terimakasih ya, Nak. Maaf Ibu merepotin kamu terus, hati-hati dijalan ya!”

Tiba di koridor kampus, masya Allah. Braakkkk… Tak sengaja ku tabrak seseorang yang muncul berlawanan arah dari ruang baca.

Aku hanya terdiam dan berpikir untuk urusan ini mungkin nanti saja, daripada aku terkena sambaran dosen paling killer di kampus. Ku ambil jarak, ku luangkan mulut untuk meminta maaf dan langsung saja langkah seribu ku ambil. Tepat di depan ruang kelas, ku ketok pintu dan ucapkan salam.

“Maaf Pak Saya terlambat,” ucapku ngos-ngosan.
“Tidak ada kata terlambat, lebih baik tidak usah kuliah, masih angkatan pertama belagunya minta ampun. Satu kali lagi kamu terlambat, nilai kamu langsung E,” ucap sang dosen dengan keras.

Aku tertunduk lesu. Tiga kali berturut-turut Aku sudah terlambat dan tidak mengikuti mata kuliah Fisika Dasar, alasannya pun semua sama yaitu bergadang untuk menyelesaikan tugas ibu. Ibu kasihan akhir-akhir ini badan beliau kecapekan.

Siangnya Aku pergi ke pasar untuk membeli bahan adonan roti, tak sengaja Aku lihat toko kerudung di seberang jalan, tidak ada maksud untuk membeli cuman sekadar lihat-lihat. Belum lagi Aku masuk, dari luar terlihat di sana kerudung yang anggun warnanya jingga, ku lihat lebih dekat. Masya Allah harganya selangit dapat darimana uang sebanyak itu untuk membelinya. Aku teringat ibu, aku jadi ingin menghadiahkannya. Kebetulan seminggu lagi beliau berulang tahun.

7 hari kemudian, tepatnya di hari ulang tahun ibu, Alhamdulillah Aku mendapat rezeki beasiswa di kampus. Pagi itu begitu cerah aku ambil uangku di ATM. Teringat dengan kerudung yang sebelumnya ingin ku belikan dan khusus kepada ibu. Aku mulai melangkahkan kaki ku menuju toko kerudung yang dulu pernah ku singgahi.

“Assalamu’alaikum,” ucapku pada seorang penjaga toko.
“Wa’alaikumussalam,” jawabnya.
“Gini Mba, kemarin Saya lihat ada kerudung warna jingga kemerah-merahan di sini,” ucapku sambil menunjuk tata letak kerudung yang dulu pernah ku lihat.
“Oh itu Mas, sudah dibeli orang kemarin, kebetulan itu susah dicari, harganya lumayan mahal,” jawab sang penjaga toko.
Aku sedikit menyesal, padahal itu kerudung satu-satunya yang berdesign beda.
“Ahh… Coba Aku lebih cepat kemarin, pasti Ibu akan senang melihatnya,” bathinku.

Lalu hampir seluruh toko kerudung di kawasan itu ku datangi, tapi hasilnya nihil, tak ada satu pun yang menjual kerudung seperti yang ku lihat seminggu lalu.

Siang pun mulai malu, menghilang bersama nyanyian senja. Aku sedih, padahal ini adalah hadiah pertama yang rencananya ingin ku berikan kepada ibu. Saat berjalan pulang Aku melihat sebuah toko khusus muslimah di perempatan jalan. Sebelum magrib tiba Aku singgah sebentar kesana dan Alhamdulillah ternyata kerudung itu ada Namun warna yang tersisa hanya hitam gelap. Padahal Aku tak suka dengan warna hitam, sesaat timbul perasaan aneh yang mulai menyelimuti pikiran dan hatiku. Sudahlah Aku ambil saja dan kemudian menyerahkan uang kepada kasir.

Lalu aku berlari melewati jalan setapak menuju rumah. Dari kejauhan ku lihat rumahku banyak dikunjungi orang. Apa yang terjadi? aku kaget bukan kepalang, jiwaku roboh, air mataku berjatuhan, bendera berwarna hijau berkibar di depan rumah. Ya Rabb kenapa secepat ini kau ambil ibuku, padahal ini adalah hadiah pertama yang sudah ku janjikan, aku pun langsung masuk ke dalam rumah memeluk jasad ibu sambil menangis. Ku goncang tubuh ibu serasa tak puas dengan takdir-Nya. Lalu ku teriakkan sekerasnya, “Dosa apa Aku Ya Rabb, sehingga Kau ambil nyawa ibuku sebelum Aku membahagiakannya.”
*Muhammad Ery Zulfian
Terbit di Serambi Ummah, Jumat 17 Desember 2010

0 komentar:

Posting Komentar