OH JAKARTA... OH ARABIAN...

Label:

Jejak: Muhammad Ery Zulfian


 
Sesudah bertolak dari Kota Bogor dalam acara Momentum Dahsyat, tibalah kami di sebuah hotel di Jakarta. Hotel itu bernama Aston Marina. Nah, apa yang terjadi di sana. Inilah lika-liku pengalaman hidup pribadi saya. Saya Muhammad Ery Zulfian selaku pelaku dan penulis melaporkan secara tidak langsung dari TKP:
Alkisah, malam sudah larut. Barang-barang saya taruh di  kamar hotel sehabis dari Bogor-lalu Thamrin City. Setelah mandi dan ganti baju, saya beranjak keluar. Ingin rasanya menghirup udara segar Kota Jakarta, menikmati malam yang ramai, mendendangkan sebuah lagu untuk ibukota Negara Indonesia. Seperti kebanyakan orang pada umumnya yang keluar dari sarang kota kelahirannya menuju kota besar, pasti tidak ingin melewatkan momen-momen dan kesempatan berharga untuk sekadar jalan-jalan melihat panaroma indah di daerah setempat sekalian berfoto ria, entah itu mau memoto gedung-gedung bertingkat, jalan raya, orang berlalu-lalang, monumen bersejarah, atau memoto diri sendiri dengan gaya berlebihan tanpa rasa malu yang biasanya diistilahkan dengan nama alay.
Di depan hotel, secara tidak sengaja saya melihat paman sate bersama koleganya nunggu mangsa lewat sambil menggosip, entah temanya tentang apa pada waktu itu. Saya pun tertarik (tertarik untuk membeli sate). Usai menyentuh dengan lahap sate tersebut, tibalah saatnya untuk saya menjadi seorang malang (mahasiswa petualang). Saya nekat jalan-jalan menghirup dinginnya udara Kota Jakarta sendirian tanpa ditemani oleh teman apalagi istri, #eh. Waktu itu jika dilihat dari peta yang bersangkutan, posisi saya ada di koordinat Jakarta Utara, jadi pas banget sama Mall WTC Mangga 2. Mau ke sana, tapi masih trauma mengingat kejadian waktu SMA dahulu yang nyasar entah ke mana.
Nah, kali ini agak beda, saya sudah cukup berumur, katakanlah cukup dewasa. Jadi, bukan ke mall-mall lagi yang saya jajaki, tapi gang-gang kecil yang ada di sebelah kanan-kiri gedung. Oh, Jakarta selalu ramai. Jam 10 malam saja, anak-anak masih ramai di jalan. Bermain-main, asyik nongkrong, ngopi, main kartu, dan banyak lagi aktivitas lain yang menggelayuti malamnya dunia.
Dari hotel saya berjalan kira-kira lumayan jauh. Selain jalan-jalan, niat saya juga pengin cari warnet, hehe... Maklum waktu itu lagi kerajingan facebook, jadi kalau ketinggalan sedikit aja berita di facebook, saya bakalan ngamuk 1 hari satu malam, nggak mandi 1 minggu, dan yang pasti nggak mau ngomong. Kalau dihitung-hitung pakai kalkulator, jarak yang saya tempuh waktu itu sekitar 10 Km. Lumayan jauh kan? Demi facebook, apa sih yang nggak? Hmmm, payah!!! (jangan ditiru ya teman-teman).
Usai menjelajah dunia maya, saya langsung ngacir, pulang ke dunia nyata, kira-kira jam 1 malam lewat. Tapi tenang, Jakarta masih ramai. Suara klakson motor bersahut-sahutan, masih banyak orang yang berlalu-lalang beraktivitas mencari sesuap nasi buat esok hari.
Di hotel, saya segera mencari nomor kamar, sampai saat ini saya masih ingat nomornya, yaitu 2705 yang artinya lantai 27 kamar 05. Saat naik lift, tiba-tiba lift berhenti, pertanda ada orang dari lantai lain masuk. Dan apa yang terjadi. What??? Orang Arab mabuk. Masya Allah. Terlihat dengan jelas, dua orang arab bertubuh besar sedang sempoyongan. Dan saya cuman berdoa dalam hati semoga tidak diapa-apain, Akhirnya lift bergerak cepat… Lantai 25, 26, dan akhirnya 27. Alhamdulillah pintu terbuka lebar. Dan saya langsung kabuuuuur. Tiba di kamar, saya langsung tarik selimut, dan tidur di kamar sendirian sambil megap-megap kedinginan menyaksikan dua buah AC yang sedang mabuk asmara, oh senangnya.
Subuh hari, adalah pengalaman paling aneh yang saya alami di Hotel Aston Marina. Saat mau turun pulang dan check-in ke Bandara Soekarno-Hatta, dengan setia saya menunggu lift naik dari Lantai (L) ke lift No 27. Waktu lift naik dan pintunya terbuka, eh tiba-tiba segerombolan orang Arab datang, kira-kira jumlahnya 5 orang, gede-gede semua. Mereka dengan santainya nyelonong begitu aja, tanpa wajah berdosa. Saya yang nunggu sudah lamaan, malah terpaku, terdiam sesaat. Saat itu salah satu dari mereka menyuruh saya untuk cepat masuk sebelum lift ditutup. Dengan terpaksa saya cuman mendadahkan tangan, pertanda tidak ikut, hehe… Orang-orang Arab itu pun bingung. Ya, gimana lagi, wong saya takut kalau diapa-apain mereka. Jaga-jaga aja sih sebenarnya, bukannya kata mama ‘Mencegah itu lebih baik daripada mengobati.’ Takutnya,  kalau aja entar saya dijadiin korban kayak kasus TKI di Arab sono. #eh
            Intinya, dalam berprasangka kepada orang lain, apa-pun itu, hal remeh sekalipun, berjaga-jagalah, karena pada dasarnya berikhtiar itu sangat dianjurkan. Bukannya berburuk sangka, tapi ini lebih pada nilai kehati-hatian sebelum melangkah.

Mejeng Bersama Peserta Di Acara Momentum Dahsyat

YOGYAKARTA IS COMPLETE

Label:


Oleh: Muhammad Ery Zulfian
Oktober, Jumat 13.00 WITA, sungguh istimewa. Tiket Banjarmasin-Surabaya sekarang kutatap dengan manja. Sama seperti kedua temanku, Sandri dan Faishal. Dua anak mahasiswa Fisika ini terlalu bersemangat sekali ketika tiba di Bandara Syamsudin Noor. Ya, beberapa waktu lagi kami akan menaiki burung berjubah besi. Bagiku ini bukan yang pertama kalinya, tapi bagi dua orang temanku itu akan menjadi pengalaman yang pertama. Saat check in, kami pun menyerahkan tiket dengan sumringah kepada petugas. Tak ayal bagi Sandri dan Faishal berkhayal keras untuk sesegera mungkin terbang ke angkasa melewati awan-awan cantik. Dan apa yang terjadi setelah itu, sang petugas mengabarkan bahwasanya jadwal pemberangkatan kami diundur 6 jam lagi. Oh my God. Kulihat seberkas ekspresi wajah mereka berdua begitu menyedihkan. Tidak sabar akan menaiki burung besi itu untuk pertama kalinya dan menginjakkan kaki di pulau seberang. Kata orang, menunggu itu adalah hal yang paling membosankan. Tapi, tidak untuk kali ini. Celoteh-celoteh yang keluar dari bibir Faishal membuat suasana menjadi ngelantur ke mana-mana. Hasil sempurna dari kegantengan wajahnya juga sangat membantu untuk sabar dalam hal menunggu. Ditambah lagi celoteh ciamik dari si Sandri. Khas hulu sungainya sangat tajam dan dalam. Hehe… sehingga suasana menjadi cair, tak beku seperti suasana di meja dewan.
            Usai menunggu lama dengan ditemani lelucon-lelucon dari mereka. Tibalah saat yang dinanti. Kami akhirnya terbang jua. Ada kejadian lucu di dalam pesawat. Ini terlihat ketika mereka berdua tidak bisa melepas sabuk pengaman. Hehe… Ssssttt, sebenarnya ini tidak boleh diekspos (takut digebukin mereka). Juanda akhirnya terlihat walau malam sudah semakin larut. Aneh, kami masih bersemangat. Asrama kalsel adalah tujuan kami setelah turun di Juanda. Dengan taxi super cepat kami akhirnya merayap melalui jalan-jalan kecil, dan menghirup bebas udara Kota Surabaya. Tidur di kamar kakak angkatan (Mr. saukani) adalah sesuatu yang membahagiakan. Why? Ya, kapan lagi kami bisa mendengar kisah-kisah penuh motivasi dari beliau yang sekarang sedang mengeyam di bangku S-2 ITS. Apalagi ada Budi (teman seangkatan kami yang juga sedang berjuang mendapatkan titel S-2) yang ikut nimbrung.
            Tiga hari berjalan-jalan di Surabaya sepertinya sudah cukup, dengan sedikit mengumpulkan foto-foto yang cukup fenomenal, hehe… Seperti berfoto di bawah tugu ikan sura dan buaya, kapal selam, dan lain-lain. Dan tiba saatnya untuk kami berkeliaran ke kota selanjutnya. Yaitu, kota pendidikan, Yogyakarta.
            Stasiun Gubeng menjadi saksi bisu kami, mungkin bisa dikatakan seperti itu. Karena kereta api dari stasiun itulah yang mengantarkan kami selamat sampai Yogyakarta. Sekitar 7 jam perjalanan yang melelahkan, apalagi tidak bisa tidur lantaran banyaknya pengais rezeki yang lalu-lalang di lorong kereta api sambil berteriak keras nama merk jajanannya. Sebut saja seperti, kerupuuuk kerupuuuk. Tahuuuu tahuuuu, nasi uduk nasi uduuuk, masih hangat looo… Ah, pokoknya mirip kayak pasar.
            Jam 4 sore WIB, kami berhasil menginjakkan kaki di Yogyakarta. Cantik kali kota itu. Bila diibaratkan, bisa jadi Banjarbaru adalah pangeran, danYogyakarta adalah permaisurinya. Mereka mungkin dulu pernah pacaran secara LDR, hehe… Yogyakarta sangat berbeda dibandingkan dengan kota-kota lainnya (menurutku). Entah mungkin terdapat magnet di bawahnya, sehingga kita ingin kali menetap untuk selamanya di sana (duuuh lebay nya, mudah-mudahan si sultan membaca tulisan ini, biar saya dibuatkan rumah dan menetap di kota itu, hehe)
            Tak tahu kenapa aku begitu penasaran dengan kota yang satu ini. Apalagi saat mendengar cerita-cerita dari teman, bahkan lagu-lagu yang bertemakan Yogyakarta, seperti lagu Ungu yang terbaru itu. Mungkin Yogyakarta sudah mulai sananya menyimpan romansa yang dapat menarik orang ke dalam atmosfernya. Sebut saja, seperti tempat wisatanya yang bertebaran di mana-mana, baju-baju berjejeran yang harganya seperti kacang rebus, kuliner yang enaknya bukan main, santapan buku-buku murah penuh gizi, dan penerbitan buku yang menjamur.
            Esoknya, setelah menginap satu malam di asrama Kalsel di Yogyakarta, tepatnya di Jalan Samirono Baru, Colombo, kami jalan-jalan ke UGM, dan tidak lupa merasakan nikmatnya udara di Jalan Malioboro (Jalan legendaris kata banyak orang), Taman Sari, Keraton (walau cuman di muka pagarnya doang dan berfoto dengan dua orang mbah ndalem, hehe), pasar Beringharjo, Shoping Center, Alun-alun kota, Benteng Vredeburg, dan sempat-sempatnya berfoto di depan pagar kantor gubernur, hehe… Semuanya itu kami sambangi dengan menunggangi bus Trans Yogyakarta (Dengan merogok 3000 rupiah saja dari saku, maka Anda sudah bisa berkeliling Kota Yogyakarta sepuasnya, asyik euy).
            Alhamdulillah, pengalaman ini sungguh luar biasa. Bagiku Yogyakarta mampu menyihir otak si pendatang baru. Inilah yang mungkin tidak semua orang bisa nikmati. Maka pantaslah aku bersyukur. Tiket pesawat PP sudah murah banget, eh bisa jalan-jalan pula ke kota yang punya banyak sejarah ini.
            Dan akhirnya waktu jualah yang memisahkan kami. Empat hari di sana kami lantas pulang kembali ke Surabaya dan kemudian balik ke Banjarbaru dengan membawa oleh-oleh untuk sanak keluarga.
“Berkelanalah, maka Anda akan mengenal lebih luas ciptaan Allah. Lalu tulislah, semoga bisa menjadi pelajaran buat orang lain.”
#Tulisan ini didedikasikan untuk, Akhmat Faishal and Sandri Erfani. Thank You So Much#

 #Ngejreng di Tugu Ikan Sura dan Buaya#

 #Cap cus di Taman Sari Yogyakarta (eike yang di tengah, hehe)#

 #Sang Penjegal, bahaya neeee#

#Berfose di Benteng Vredeburg#