ARAB SAUDI ATAU MENIKAH?

Label:

Di sepertiga malam, di saat banyak orang memejamkan matanya untuk bermimpi indah, Abizar seorang mahasiswa angkatan akhir di salah satu universitas Banjarmasin bersimpuh. Kedua tanganya meminta kepada Sang Maha Cinta untuk memilih antara dua pilihan. Usai mengucapkan doa, kedua tangannya mengusap wajah yang mengeluarkan buliran air mata. Hatinya masih belum bisa memilih apakah ia menerima seorang akhwat yang kini biodatanya ada di atas meja belajar.

Seusai sholat malam barulah ia berani membuka amplop berwarna coklat yang di dalamnya itu terdapat biodata seorang gadis yang bukanlah gadis sembarangan. Ia tertunduk malu, apa benar untuknya, pantaskah ia menjadi pendamping hidup gadis itu kelak. Ia mulai ragu, soalnya belum punya pekerjaan tetap, bagaimana untuk menafkahi istri dan anaknya kelak. Apalagi ia sudah mantap selangkah lagi untuk seleksi beasiswa melanjutkan S-2 ke Arab Saudi.

Ia pun mulai membuka isi amplop dan pelan-pelan membaca pesan yang ada dilembar biodata itu. Ternyata seorang akhwat organisatoris sekaligus penulis berbakat di kampusnya namanya Ananda, adik tingkat di bawahnya 2 tahun namun berbeda jurusan. Satu hal lagi yang membuat Abizar kaget ketika membacanya, Ananda sudah mengenal ia sejak pertama kali menginjakkan kaki di dunia perkuliahan. Karena Abizar juga aktif dalam dunia penulisan terutama dalam bidang sains dan islam. Sejak itu Abizar semakin penasaran dengan Ananda.

Beberapa hari kemudian dengan sedikit keberanian Abizar pun menelpon Ananda, yang kebetulan no HP nya ia dapatkan dari biodata. Terjadilah dialog antar dua insan itu. Ananda berkata memilih Abizar karena ia seorang aktivis yang mantap ibadahnya dan satu lagi, karena Abizar juga mempunyai hobi yang sama yaitu menulis, ia sangat suka dengan tulisan-tulisan Abizar. Ketika itu Abizar bertanya, “Ana belum bekerja, bagaimana nanti kebutuhan untuk keluarga?” Ananda pun menjawab dengan santai, “Rizki itu dari Allah. Allah lah yang mengatur rizki kita masing-masing, insya Allah takkan hilang."


Abizar pun semakin bimbang antara menerima atau pergi ke Arab Saudi? Lagi-lagi istikharah ia lakukan, Ananda terkadang lebih ia impikan, sebenarnya Abizar berniat sekali untuk menerima tawaran itu namun sebuah kabar gembira menghalanginya untuk mengungkapkan niat pengumuman seleksi akhir dari beasiswa menyatakan, ia lolos dan setelah di wisuda nanti ia berhak untuk terbang ke Arab Saudi. Di dalam tidurnya pun Abizar bermimpi melihat Kakbah, tidak ada bayang-bayang Ananda.

Keesokan harinya Abizar kembali menelpon Ananda untuk memberi jawaban, “Maaf ukhty, sebenarnya ana juga punya keinginan yang sama dengan ukhty, tetapi setelah istikharah berkali-kali, mungkin ana bukan jodoh ukhty untuk kali ini, tidak tahu nantinya. Sebenarnya ana juga ingin kita bisa melaksanakan sunah Nabi itu setelah ana selesai kuliah di Arab Saudi nanti. Tapi, mungkin itu harapan yang tak masuk akal, sebab ukhti sendiri adalah akhwat yang sangat banyak dikagumi oleh ikhwan, jadi kalau nanti  ada yang melamar, baiknya diterima saja, insya Allah ia akan lebih baik dari ana.”

“Baiklah begini saja, kalau ana di posisi antum pasti ana akan bingung juga memilihnya, soalnya ilmu itu sangat penting. Jarang juga ada mahasiswa jebolan kampus kita bisa masuk perguruan tinggi Islam di Arab Saudi. Doa ana menyertai antum. Ana tidak bisa berjanji apa-apa untuk setia atau tidak, karena sampai mana umur kita nanti, siapa tahu Izrail besok menjemput ana. Tapi satu hal yang perlu antum tahu, kalau sudah pulang nanti, harap datanglah ke rumah ana. Ana cuman minta satu hal itu saja?”

Abizar pun sempat terkejut dengan jawaban itu. Serasa harapan itu masih ada, tetapi ia tak bisa berjanji, “Insya Allah ukhty”. Lagi-lagi Abizar cukup terkesima dengan hati seorang Ananda, sangat baik, sangat pengertian dan satu lagi sangat menunggu ia. Abizar hanya terdiam menatap sebuah gambar besar sebuah Kakbah di dinding kamarnya, ya di sanalah ia akan bersekolah, di Arab Saudi itulah ia akan menuntut ilmu. Tak lama lagi ia akan meninggalkan Banjarmasin dan Ananda. Ia hanya pasrah kepada Allah dan mengingat kata-kata terakhir Ananda. Dalam benak ia mencerna, “Ananda sangat mengharapkan dan menunggu ana sampai lulus nanti, Syukron.”


TERBIT DI SERAMBI UMMAH, JUMAT 19 NOVEMBER 2010

Tertulis karena selaksa rindu yang menggerogoti hati. 
MuhammaD ERY ZulfiaN

0 komentar:

Posting Komentar